Adat Melarang Pernikahan Semarga
ADAT MELARANG PERNIKAHAN SEMARGA
Oleh
Syaikh Husain Al-Awayisyah
Pertanyaan.
Syaikh Husain Al-Awayisyah ditanya : Saya pemuda berumur 29 tahun. Menimbang umur yang sudah layak untuk berumah tangga, saya ingin berumah tangga dengan seorang gadis yang berasal dari satu suku. Orang tua kami tidak setuju karena adat dalam suku kami melarang pernikahan lelaki dan perempuan yang berasal dari satu suku. Kami sudah banyak menempuh cara dan menyampaikan hujjah berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Namun tetap mengalami jalan buntu. Apakah yang harus kami lakukan?
Jawaban
Berbicara tentang budaya yang dimaksud, itu merupakan budaya yang tidak baik. Hendaknya orang-orang bertakwa kepada Allah dan merubah barometer (dasar penilaian dan standar ini). Pastinya, barometer mereka harus hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ فَزَوِّجُوهُ
“Jika telah datang kepada kalian orang yang kalian ridha kepada agamanya, maka nikahkanlah”
Hanya saja, mungkin telah mengakar pada diri mereka perkara-perkara yang tidak dibenarkan oleh syari’at ini. Akan tetapi, kami mengatakan, jika orang tua memang melarang si anak (untuk menikah dengan gadis yang disebutkan), maka kewajiban anak ini agar menempuh segala upaya sampai melegakan perasaan orang tua, memohon kemudahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui do’a, menyampaikan hujjah-hujjah dan hal-hal lain yang membuat hati kedua orang tuanya terbuka.
Jika tetap saja menemui jalan buntu, kami katakan kepada sang pemuda, janganlah engkau mengawali hidup rumah tangga dengan awal yang buruk (dengan melakukan penentangan kepada orang tua, -pent). Karena berbakti kepada orang tua hukumnya wajib. Memang benar disebutkan dalam hadits.
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلَوقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak ada (kewajiban) taat kepada makhluk dalam mendurahakai Al-Khaliq (Allah)”.
Akan tetapi, sang pemuda harus mencermati kaidah menimbang antara mashalih dan mafasid (antara besarnya kemaslahatan dan bahaya). Apabila hidup rumah tangganya akan berawal dengan pemutusan hubungan silaturahmi dengan kedua orang tuanya, perlu ia ketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan kaum wanita yang banyak di belahan bumi Timur dan Barat selain wanita yang dimaksud. Apakah kemudian pilihannya hanya terpaku pada gadis ini saja ?!
Yang menjadi masalah, apabila telah muncul benih-benih kasmaran sebelumnya. Kalau demikian faktanya, inilah masalah sebenarnya. Sesuatu yang dibangun di atas asas yang rusak, maka bangunannya pun rusak.
Cobalah pemuda itu mencari gadis lain yang diridhai oleh orang tuanya. Ibu mau menerima. Ayah juga mau menerimanya. Gadis yang tipenya sesuai dengan keinginannya dari sisi rupa, tingkat keagamaan, nasab dan status sosial serta persetujuan orang tua. Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena kecantikan, harta, nasab dan agamanya. Tinggal perkara nomor lima, ialah ridha orang tua.
Namun ketika urusan yang longgar dipersempit dimensinya, terjadilah peristiwa seperti ini. Ingatlah, di dunia ini tidak hanya terdapat satu gadis itu saja. Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3695-adat-melarang-pernikahan-semarga.html